Laman

Sabtu, 23 Juli 2016

MAKALAH Evolusi(Mutasi gen, Frekuensi gen dalam Po[ulasi dan Hukum Hardy-Weinberg





Makalah evolusi(Mutasi gen, frekuensi gen dalam populasi dan hukum Hardy-Weinberg)
MUTASI GEN , FREKUENSI GEN DALAM POPULASI, DAN TEORI HARDY-WEINBERG
Disusun untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Evolusi

                                                Disusun Oleh:
NAMA:MISNAWATI
KELAS :1A/REGULER B
NIM :F1082141065
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU  PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014

KATA PENGANTAR
          Puji syukur kepada Allah S.W.T yang telah memberikan karunia-Nya sehingga,penulis dapat menyusun makalah yang berjudul”Mutasi gen , Frekuensi gen populasi dan Hukum Hardy Weinberg”dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Evolusi telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan makalah ini.Sehingga, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.Makalah ini disusun sebagai tugas awal yang menjadi kesepakatan dalam kontrak perkuliahan.Dengan demikian penulis berharap agar makalah ini dapat menambah khasanah pengetahuan baik bagi kelompok kami maupun bagi para pembaca dalam memahami konsep evolusi secara umum.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun,untuk kesempurnaan makalah di masa yang akan datang.Semoga makalah ini dapat menambah khasanah pengetahuan bagi para pembaca.



PONTIANAK, Desember 2014










DAFTAR ISI
Halaman Judul………………………………………………………………….i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………ii
DAFTAR………………………………………………………………………. iii
BAB I      PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………...1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………..1
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………1


BAB II    PEMBAHASAN
2.1 Mutasi Gen Dan Akibat dari mutasi gen…………………………………...7
2.1.1 Mutasi Gen………………………………………………………………….7
2.1.2 Akibat terjadinya Mutasi gen……………………………………………..9
2.2. Frekuensi Gen Populasi……………………………………………………10
2.3 Hukum Hardy-Weinberg Sebagai  Pendukung Terjadinya Evolusi…….12
2.3.1 Definisi Hukum Hardy-Weinberg……………………………………….12
2.3.2 Penerapan dan Teori Evolusi  Hukum Hardy–Weinberg……………...15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………...22
3.2 Saran…………………………………………………………………………23
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...24

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Berbicara tentang salah satu kajian biologi yang paling mengundang rasa penasaran para sainstist adalah bidang evolusi. Karena evolusi merupakan salah satu kajian biologi yang menimbulkan teka-teki yang perlu diunggap, selain itu ada juga yang menyebutkan evolusi  merupakan teori dan adapula yang menyebutkan evolusi adalah fakta. Hal ini tentu sangat menarik untuk dikaji. Berbagai alasan oleh para ahli baik yang pro akan terjadinya evolusi maupun kontra akan terjadinya evolusi telah diungkapkan dalam bukunya masing-masing.Salah satu ahli yang sangat dikenal sebagai bapak evolusi adalah Carles Darwin dengan bukunya the origin species.Banyak ahli pula yang mendukung pendapat Darwin tentunya dengan penemuannya sendiri. Evolusi terjadi dilevel populasi.Populasi merupakan sekumpulan individu yang menempati habitat tertentu.Pada individu dalam populasi yang mengalami evolusi tentu disebabkan oleh beberapa faktor.Faktor tersebut diantaranya terjadi mutasi gen dalam populasi, sehingga menyebabkanfrekuensi gen dalam populasi mengalami perubahan. Hal ini sesuai dengan aturan atau asas dari Hardy Weinberg.
1.2  Rumusan Masalah
Dari  latar belakang di atas maka rumusam masalah dar makalah ini adalah:
1)      Apa yang dimaksud dengan mutasi gen dan jelaskan akibatnya!
2)      Jelaskan apa yang dimaksud dengan frekuensi gen populasi?
3)      Bagaimana hukum Hardy-Weinberg dapat menjelaskan terjadinya evolusi?
1.3  Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan  makalah ini adalah:
1)      Mendeskripsikan definisi mutasi gen dan jelaskan akibatnya,
2)      Mendeskripsikan frekuensi gen populasi,
3)      Mendeskripsikan hukum Hardy-Weinberg sebagai  pendukung terjadinya evolusi.
  
BAB II
PEMBAHASAN
            Dalam setiap spesies terdapat anggota kelompok populasi dengan cirri-ciri yang berbeda satu sama lain. Bahkan antara dua individu, meskipun merupakan anggota spesies yang sama. Keduanya dapat berbeda-beda karena variasi berbagai factor antara lain genetic, umur, jenis kelamin, makanan, stadium daur hidup, bentuk tubuh, habitat dan lain-lain. Secara genetic tidak ada dua individu dalam spesies yang persis sama. Apalagi factor-faktor lingkungan juga ikut berpengaruh dalam timbulnya ciri-ciri yang muncul sebagai fenotip. Perbedaan cirri yang tampak pada anggota tiap spesies ini menyebabkan adanya keanekaragaman dalam spesies.
Keanekaragaman dalam spesies menyebabkan pada tiap anggota spesies dapat di lihat adanya kedekatan kekerabatan satu sama lain. Semakin banyak persamaan cirri-ciri yang dimiliki semakin dekat kekerabatannya. Sebaliknya, semakin sedikit persamaan dalam ciri-ciri yang di miliki semakin jauh kekerabatannya. Dengan demikian dalam suatu spesies dapat dijumpai kelompok-kelompok populasi yang satu sama lain di bedakan berdasarkan persamaan dan perbedaan cirri-ciri morfologis atau fenotipnya.
Terlepas dari penggunaan keanekaragaman genetis guna mempelajari kekerabatan antara dua individu atau dua populasi dalam satu spesies. Keanekaragaman genetis dalam spesies perlu didokumen dengan baik. Khususnya dalam dunia hewan dan tumbuhan, dokumentasi semacam ini merupakan suatu hal yang vital untuk konservasi genotip-genotip untuk yang kelak berguna untuk program penangkaran. Karakterisasi galur resisten dan pembawa penyakit serta genotip yang terkait dengan trait yang diperlukan secara ekonomis sangat berharga bagi bidang kedokteran dan pertanian. Yang menjadi persoalan adalah perlu disadari adanya banyak keanekaragaman genetis dalam populasi maupun spesies, dan metode untuk mengenali genotip-genotip khusus belum di kembangkan. Tampaknya kesulitan ini dapat terjawab dengan pendekatan biologi molekuler. Dengan teknik-teknik biologi molekuler maka sekarang dapat dilakukan pemeriksaaan terhadap keanekaragaman genetis pada individu-individu anggota suatu spesies bukan saja sampai aras protein tetapi bahkan ke aras DNA. Kita sudah mengetahui bahwa pada suatu organism terdapat variasi yang diakibatkan oleh mutasi. Mutasi selalu terjadi. Apabila hal ini terus terjadi, maka semua organism akan bertambah beranekaragam.
Contoh penelitian mengenai cheetah dan penyu hijau meberikan gambaran bahwa semua individu cheetah dan penyu hijau di muka bumi yang jumlahnya mencapai ribuan adalah identik atau hampir identik (Iskandar, 1994). Walaupun demikian, secara ekologis tidaklah logis apabila cheetah dari Kenya dianggap satu populasi dengan cheetah dari Ethiopia yang terpisah sejauh 6000 km. Dalam ekologi, tempat atau lokasi dipakai sebagai tolak ukur untuk membedakan suatu populasi dengan populasi lainnya yang berada di lokasi lain. Dalam istilah genetika populasi, maka semua individu kedua jenis di atas diartikan sebagai satu populasi. Adapun alasannya ialah bahwa suatu populasi dicirikan oleh suatu perbedaan dibandingkan dengan populasi yang lain. Apa saja dapat dijadikan tolak ukur untuk membedakan suatu populasi dapat dipakai. Misalnya frekuensi suatu alel jarang dalam suatu populasi akan berbeda bila dibandingkan dengan populasi yang lain. Perbedaan ini timbul karena individu suatu populasi akan cenderung untuk kawin dengan anggota populasinya. Batasan ini berbeda dengan batasan yang didefinisikan oleh para ekologiawan namun untuk menerangkan proses evolusi kita akan memakai tolok ukur genetika populasi.
Telah disepakati oleh sebagian besar para ahli bahwa evolusi biologis adalah perubahan susunan genetic pada generasi yang berurutan. Genetika populasi merupakan dasar pemahaman yang baik untuk mempelajari evolusi. Genetika individu selalu berkaitan dengan konsep genotip yaitu susunan genetis individu.
Gene pool merupakan total gen yang dimiliki oleh semua individu. Genotip individu diploid maksimal hanya memiliki 2 alel suatu gen. hal ini tidak terjadi pada gene pool dari suatu populasi, bahwa setiap jumlah dari berbagai macam alel suatu gen di perhitungkan. Contoh gen A hanya memiliki bentuk alel A dan a pada populasi yang dapat berbiak secara seksual. Jika alel A merupakan 80% dari jumlah kedua alel  dan a adalah 20%, maka akan kita katakana bahwa frekuensi A dan a pada gen pool populasi ini adalah 0,8 dan 0,2. Jika frekuensi ini berubah dengan berubahnya waktu maka perubahan ini merupakan petunjuk adanya evolusi.
Coba kita ulas lagi tentang populasi hipotesis seperti kita sebutkan di atas dimana alela A memiliki frekuensi 0,8 dan alela a adalah 0,2. Bagaimana kita dapat menghitung perbandingan genotip yang akan berada dalam populasi ini? Berangkat dari asumsi bahwa semua genotip memiliki kemungkinan hidup yang sama, maka perhitungannya adalah seperti “Punnet Squere” di bawah. Jika perbandingan A dan a di dalam total populasi adalah 8:2, maka perbandingan sperma yang membawa alela A dan a adalah 8:2 demikian juga untuk ovum.
Sperma
Ovum
0,8
0,2
0,8
0,64
0,16
0,2
0,16
0,04

Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa sperma dan telur di hasilkan oleh semua hewan jantan dan betina dalam populasi, maka frekuensi dari setiap macam sperma dan ovum seperti di tunjukkan pada diagram diatas. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa frekuensi homozigot dominan (AA) dalam populasi adalah 0,64 sedangkan heterozigot adalah 0,32 dan frekuensi dari genotip homozigot resesif adalah 0,04. Maka frekuensi gene pool dari generasi pada waktu dilakukan perhitungan (populasi hipotesis) adalah 0,8 dan 0,2 dan perbandingan genotipnya adalah 0,64:0,32 dan 0,04.
Secara terpisah Hardy dan Weinberg menemukan suatu rumusan yang menyatakan bahwa frekuensi suatu alel dalam populasi akan tetap berada dalam keseimbangan dan hal ini dijabarkan dengan rumus:
P2+2pq+q2=1
P adalah frekuensi alel (A) dan q adalah frekuensi alel (a). Rumus ini berlaku apabila:
  1. Mutasi tidak terjadi atau mutasi menguntungkan sama jumlahnya dengan mutasi yang merugikan
  2. Semua anggota [populasi tersebut mempunyai kesempatan yang sama untuk mengawini anggota populasi (perkawinan acak atau panmiksi)
  3. Tidak terjadi imigrasi atau jumlah individu yang berimigrasi adalah sama dengan yang berimigrasi
  4. Semua alela mempunyai kemungkinan yang sama untuk berada dalam populasi,  tidak ada yang lebih unggul dari yang lain. Dengan perkataan lain, seleksi alam tidak terjadi.
  5. Jumlah populasi tetap, atau jumlah individu yang mati sama dengan jumlah individu yang lahir
  6. Populasi berjumlah besar sehingga factor kebetulan tidak terjadi atau dapat diabaikan. 
1. MUTASI
Kita sekarng mengetahui bahwa mutasi selalu terjadi. Mutasi yang terjadi tidak selalu mengakibatkan perubahan dalam struktur fungsi.kejadian mutasi walaupun tidak terlihat mungkin ikut berperan misalnya protein yang bermutasi meskipun tidak berubah dalam fungsi,mungkin memupnyai kelemahan tertentu yang baru terlihat apabila keadan lingkungan berubah.yang sudah dapat di pastikan,frekuensi gen dalam populasi  akan berubah,karena ada suatu gen yang berubah. Kemungkinan ada mutasi yang menguntungkan sama banyaknya  dengan mutasi merugikan tidak mungkin tercapai,karena pada umumnya mutasi yang terjadi bersifat merugikan.
2. PANMIKSI
Perkawinan acak hanya mungkin terjadi didaerah yang secara ekologi adalah tepat sama.biasanya perkawinan terjadi tidak secara acak.adanya suatu kelainan,pada umunya menyebabkan kemunkinan melakukan perkawinan menjadi lebih kecil,meskipun hal yang sebaliknya bisa terjadi.perkawianan pada umunya terjadi dengan indiviu setetepat,karena kesempatan untuk bertemu lebih besar.mesikipun perkawinanterjadi dalam populasi lokal,umunya ditemukan suatu mekanisme yang mencegah perkawinan antar saudara.mekanisme yang berperan dalam hal ini pada umumnya berupa naluri dan tingkah laku (etologis)
3. EMIGRASI DAN IMIGRASI
Emigrasi atau imigrasi akan mengubah frekuensi suatu gen  dalam populasi.pengaruh emigrasi atau imrigasi berbanding terbalik dengan ukuran populasi asal atau ukuran populasi yang di bentuk. Lebih kecil ukuran populasi asal maka perubahan frekuensi akan lebih besar bagi populasi tersebut. Pengaruh imi atau emigrasi atau ukuran populasi dapat dilihat di bawah ini.

Ukuran populasi
Emigrasi (%)
Imigrasi (%)
10
10
10
100
1
1
1000
0.1
0.1
10000
0.01
0.01

Bagi suatu daerah terisolasi, misalnya suatu pulau, imigrasi suatu spesies ditentukan oleh alel-alel yang ikut dibawa ke daerah tersebut. Karena jumlah individu yang berhasil mencapai dan mengkolonisasi pulau itu dari tidak ad menjadi suatu populasi yang stabil, maka biasanya suatu alel yang tidak berarti frekuensinya dalam populasi asal yang cukup besar dapat menjadi penting sekali bagi populasi kecil yang baru dibentuk. Hal ini disebut dengan genetika drift (arus genetik) atau founder effect (efek pembentuk populasi)  atau sering juga di sebut dengan bottle neck effect (efek leher botol). Hal ini selalu dapat kita temukan, terutama di Indonesia yang terjadi dari pulau-pulau yang keci. Spesiasi atau sub spesiasi (terbentuknya seb spesies) dapat kita terangkan dengan mekanisme diatas, meskipun biasanya banyak aspek lain yang ikut menunjang.
Imigrasi atau emigrasi dapat tidak terjadi di populasi yang terisolasi misalnya bagi organisme yang hanya bisa hidup di danau, atau puncak gunung atau di suatu pulau kecil yang terisolasi dari daratan.



4. KEMAMPUAN ALEL-ALEL TIDAK SAMA
Alel-alel berlainan mempunyai tingkat lurus hidup yang berlainan. Nilai lulus hidup biasanya dinyatakan dalam perbandingan dengan alel normalnya. Nilai kelulushidupanini dapat berubah-ubah bergantung pada lingkungan hidupnya. Misalnya mutan vestigeal di alam tidak mungkin dapat bertahan dan kita dapat memberi nilai 0. Tetapi di laboratorium, mereka cukup tahan, meskipun lebih lemah daripada bentuk normalnya, yang pasti tidak sama dengan 0. 
5. POPULASI TETAP
Populasi tetap secar teoritis tidak mungkin terjadi meskipun disuatu populasi yang terisolasi. Selain faktor lingkungan yang senatiasa berubah sepanjang tahun, juga selalu terjadi kelahiran dan kematian, tetapi hasil penelitian menyatakan pada umumnya suatu populasi selalu berubah-ubah mengikuti suatu siklus tertentu.
6. POPULASI BESAR
Populasi besar mungkin hanya terjadi pada serangga atau mikroba, tetapi hampir tidak mungkin terjadi pada hewan mamalia. Hal ini erat hubungannya dengan makanan yang tersedia sebab lebih besar populasi suatu organisme, jumlah makanan yang tersedia harus jauh lebih besar dari penjelasan diatas, ternyata persyaratan untuk rumus atau hukum Hardy-Weinberg hampir tidak pernah dipenuhi oleh karena itu evolusi terjadi. Rumus ini hanya dapat di penuhi pada setahun waktu yang singkat saja setiap saat rumus ini dipenuhi namun dalam jangka waktu tertentu rumus ini tidak berlaku ke 6 persyaratan tersebut diatas tidak pernah dapat di penuhi sekaligus. Hanya persyaratan ke 3, e,igrasi dan imigrasi saja yang dapat di penuhi pada populasi terpencil atau organisme yang hanya dapat hidup pada puncak gunung yang tinggi.(Widodo,dkk ,2003:41-45)
2.1 Mutasi Gen Dan Akibat dari mutasi gen
2.1.1 Mutasi Gen
suatu kesempatan dapat menyebabkan perubahan evolusi di dalam populasi kecil, tetapi perubahan ini kadang – kadang disebut juga genetic drift atau pergeseran genetis tidak dipengaruhi secara besar oleh adaptivitas relative dari berbagai gen. Hal ini disebut sebagai evolusi pertengahan (intermediate evolution). Syarat kedua bagi keseimbangan mutasi mungkin tidak dijumpai pada suatu populasi.
 A. mutasi maju
Mutasi selalu terjadi, tidak ada suatu cara apapun untuk mencegahnya. Hampir semua gen mungkin mengalami mutasi sekali pada 50.000 sampai 10.000 pembelahan, kecepatan mutasi pada berbagai macam gen berbeda. Sangat jarang mutasi alel dengan sifat sama dapat sampai mencapai keseimbangan. Jadi jumlah mutasi maju jarang sekali sama dengan mutasi balik di dalam suatu kesatuan waktu. Contoh mutasi alel A ke alel a adalah mutasi maju, sedangkan mutasi dari a ke A adalah mutasi mundur.
B. mutasi mundur
Kecepatan dari kedua mutasi ini jarang sekali akan terjadi dalam keadaan yang sama – sama betul sama, salah satu mutasi yang akan terjadi lebih sering. Tekanan mutasi ini akan cenderung untuk menyebabkan pergeseran perlahan – lahan pada frekuensi genetis di dalam populasi. Alel yang lebih stabil akan cenderung untuk bertambah frekuensinya, sedangkan alel yang mudah bermutasi akan cenderung untuk berkurang frekuensinya, kecuali kalau ada faktor lain yang mengubah tekanan mutasi ini. Meskipun tekanan mutasi selalu ada, tetapi mungkin sekali bahwa ini merupakan faktor utama yang dapat menghasilkan perubahan pada frekuensi genetis di dalam suatu populasi. Mutasi berjalan begitu lambat sehingga kalau bereaksi secara tunggal akan membutuhkan waktu yang lama sekali untuk menimbulkan suatu perubahan yang nyata (kecuali dalam hal poliploid). Mutasi terjadi secara sembarang (random) dan seringkali cenderung untuk mengarah pada jurusan yang berbeda dari faktor – faktor lain yang menyebabkan organism sesungguhnya harus berevolusi.
Mutasi mempertinggi variabilitas sehingga dengan demikian merupakan bahan (raw material) yang segera ada untuk evolusi, tetapi jarang menentukan arah atau sifat dari perubahan evolusi.
Kondisi untuk keseimbangan genetis di dalam populasi adalah perkembangbiakan atau reproduksi yang random. Reproduksi atau perkembangbiakan tidak hanya bertanggung jawab atas kelangsungan reproduksi dari suatu populasi. Seleksi pasangan, efisiensi dan frekuensi proses perkawinan, fertilitas, jumlah zigot yang terjadi pada setiap perkawinan, prosentase zigot yang menuju kearah pertumbuhan embrio dan kelahiran berhasil, kemampuan hidup keturunan sampai mencapai umur berbiak. Hal tersebut mempunyai pengaruh langsung pada keturunannya dalam arti keselamatan atau efisiensi dari reproduksi. Bila reproduksi merupakan sesuatu yang sama sekali random, maka semua faktor yang mempengaruhi harus random, yakni tidak terganggu dari genotip.
Keadaan tersebut di atas mungkin tidak dijumpai pada suatu populasi. Faktor – faktor tersebut mungkin selalu berhubungan dengan genotip, yakni genotip dari organisme yang mempengaruhi pasangannya dan semua hal yang disebutkan di atas. Secara singkat dapat dikatakan bahwa tidak ada aspek reproduksi yang sama sekali tidak mempunyai hubungan dengan genotip.
Reproduksi tidak sembarang (nonrandom) adalah hukum umum. Reproduksi di dalam arti luas adalah seleksi alam. Jadi seleksi selalu bekerja pada semua populasi.
2.1.2 Akibat terjadinya Mutasi gen
  1. Mutasi mengubah struktur an DNA tetapi tidak mengubah produk yang dihasilkan
Seperti yang sidah diketahui DNA merupakan sumber informasi genetik
DNA akan ditranlasikan menjadi asam amino,asam amino membentuk protein.  Ada asam amino yang dikode oleh salah satu kode genetik atau kodon tetapi ada juga yang dikode oleh kode genetik.Apabila mutasi terjdadi pada satu tempat pada dna, tetapi tidak mengubah produk asam amino yang dihasil atau dalam hal ini asam amino yang dihasilkan tetap sama.Maka mutasi tersebut tidak berakibat apa-apa.

  1. Mutasi mengubah struktur DNA dan mengubah komposisi produk tetapi tidak mengubah fungsi produk yang dihasilkan
Dalam hal ini terjadi perubahan produk, sehingga misalnya asam amino yang dihasilkan adalah lisin.Pada hal kode genetik sebelum mutasi terjadi adalah asam amino treonin. Akibatnya terjadi perubahan dalam rantai protein yang dihasilkan. Walaupun demikian protein itu tidak mengalami perubahan lagi .

  1. Mutasi mengubah fungsi produk yang dihasilkan, tetapi tidak berakibat apa-apa mutasi dapat berakibat lebih besar, sehingga fungsi suatu protein berubah.Misalnya kita mengenal golongan darah ada beberapa macam.Golongan darah yang lebih langka diduga sebagai hasil mutasi dari golongan darah yang paling umum.Semuanya berfungsi normal, namun kalau dilakukan transfusi darah dengan golongan darah yang lain baru akibatnya dapat dilihat.

  1. Mutasi mengakibatkan perubahan fungsi yang besar namun kejadiannya pada sel somatik, jadi tidak diturunkan.
Mutasi sel somatik jarang kita lihat sebagai contoh tahi lalat dapat dianggap sebagai suatu mutasi somatik yang diturunkan .
  1. Mutasi bisa bersifat fatal sehingga organisme tersebut mati, jadi tidak terlihat.Mutasi yang bersifat fatal ini dikenal sebagai gen letal.Banyak gen  letal yang diketahui misalnya hemofilia.
Mutasi yang menguntungkan contoh mutasi menguntungkan sangat banyak
  1. Mutasi yang menguntungkan dapat dilihat dari banyak segi bagi manusia mungkin menguntungkan tetapi  bagi organisme lain mungkin merugikan misalnya ayam mutan ayam broiler, sapi pedaging, menguntungkan bagi manusia, tetapi bagi hewan tersebut tidak demikian dikarenakan hewan-hewan tersebut menjadi lemah san lamban sehingga lebih muda dimakan predatornya.
Dari keenam kemungkinan diatas kasus kelima yang berakibat fatal sebenarnya paling umum terjadi.Sedangkan kasus terakhir merupakan sering terlihat.Sehingga kita mengangap mutasi yang terjadi sedikit sekali.(Anonim,2011)
2.2. Frekuensi Gen Populasi
Peristiwa mutasi akan mengakibatkan terjadinya perubahan frekuensi gen, sehingga akan mempengaruhi fenotipe dan genotipe. Mutasi dapat bersifat menguntungkan dan merugikan. Sifat menguntungkan maupun merugikan tersebut terjadi jika:
a. Dapat menghasilkan sifat baru yang lebih menguntungkan,
b. Dapat menghasilkan spesies yang adaptif,
c. Memiliki peningkatan daya fertilitas dan viabilitas. Selain menguntungkan, ada kemungkinan mutasi bersifat merugikan yaitu menghasilkan sifat-sifat yang berkebalikan dengan sifat-sifat di atas. Untuk mengetahui angka laju mutasi.
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FREKUENSI GEN
1.   Seleksi
Seleksi merupakan suatau proses yang melibatkan kekuatan – kekuatan untuk menentukan ternaka mana yang boleh berkembang biak pada generasi selanjutnya. Kekuaktan – kekuatan itu bisa di kontrol sepenuhnya oleh alam yang disebut seleksi alam. Jika kekuatan itu di kontrol oleh manusia maka prosesnya disebut seleksi buatan kedua macam seleksi itu akan merubah frekuensi gen yang sat relatif terhadap alelnya. Laju perubahan frekuensi pada seleksi buatan jika dibandingkan dengan seleksi alam.
Untuk mendemonstrasikan peran seleksi dalam mengubah frekuesni gen, diambil suatu contoh populasi yang terdiri dari beberapa ribu sap yang bertanduk dan yang tidak bertanduk. Jika diasunsikan bahwa frekuensi gen yang bertanduk dan yang  tidak bertandu pada populasi tersebut masing – masing 0,5 ( bila terjadi kawin acak) maka sekitar 75% dari total sapi yang ada tidak bertanduk dan 25% bertanduk. Dari 75% sapi yang tidak bertanduk sebanyak 1/3 bergenotip hemozigot dan 2/3 bergenotip heterozigot.

2. Mutasi
Mutasi adalah suatu perubahan kimia gen yang berakibat berubahnya fungsi gen. Jika gen mengalami mutasi dengan kecepatan tetap maka frekuensi gen akan sedikit menurun, sedangkan frekuensi alel  akan meningkat. Laju mutasi bervariasi dari suatu kejadian mutasi ke kejadian mutasi lain. Namun, laju relatif rendah ( kira – kira satu dalam satu juta pengandaan ge) sebagai gambaran, diambil contoh frekuensi gen merah pada sapi angus, yaitu antara 0.05-0.08. jika terjadi kawin acak maka akan dijumpai 25-64 ekor sapi merh dari setiap 10.000 kelahiran. Anak sapi yang berwarna merah dan juga tetua yang heterozigot akan dikeluarkan dari peternakan. Secara teoritis frekuensi gen merah akan menurun mendekati angkan nol, namun kenyataan frekuensi gen merah tetap anata 0.05-0.08 dari suatu generasi ke generasi berikutnya hal itu bisa dijalaskan dengan mengunakkan teori mutasi. Diduga bahwa laju mutasi gen hitam menjadi gen merah sama dengan laju seleksi terhadaap gen merah sehingga tercapai suatu keseimbangan.
3. Pencampuran populasi
Percampuran dua populasi yang frekuensi gennya berbeda dapat mengubah frekuensi gen tertentu. Frekuenssi gen ini merupakan rataan dari frekuensi gen dari dua populasi yang bercampur.
Jika seorang peternak memiliki 150 ekor sapi dengan frekuensi bertanduk dengan = 0.95 ( bila terjadi kawin acak) maka sekitar 90% dari sapi – sapinya akan bertanduk. Selanjutnya, jika diasumsikan bahwa ada enam pejatan baru yang diamsukkan ke peternakan utnuk memperbaiki mutu geneteik terna – ternak yang ada. Dari enam pejantan dimasukkan terdapat satu ekor yang bertanduk, dua ekor yang tidak bertanduk heterozigot dan tiga ekor yang tidak bertanduk homozigot.  Frekuensi gen bertanduk pada kelompok pejantan =  1/6  = 0.033. dengan asumsi bahwa tidak ada sapi lain yang masuk kedalam peternakan maka frekuensi gen bertanduk pada populasi itu setelah terjadi kawin acak, selama satu generasi   ( 0.950 + 0.333) / 2 = 0.064
4. Silang dalam (inbreeding ) dan sialng luar (outbreeding)
Silang dalam merupakan salah satu bentuk isolasi secara genetik. Jika suatu populais terisolasi, silang dalam cenderung terjadi karena adanya keterbatasan pilihan dalam proses perkawinan. Jika silang dalam terjadi anatara grup ternak yang tidak terisolasi secara geografis maka pengaruhnya juga yang sama. Oleh sebab itu, silang dalam merupakan suatu isolasi buatan. Sebenarnya silang dalam tidak merubah frekuensi gen awal pada saat proses silang dalam dimulai. Jika terjadi perubahan frekuensi gen maka perubahan itu disebabkan oleh adanya seleksi, mutasi dan pengaruh sampel acak. Jika silang luar dilakukan pada suatu populasi yang memilik rasio jenis kelamin yang sama dengan frekuensi gen pada suatu lokus yang sama pada kedua jenis kelamin maka frekuensi gen tidak akan berubah akibat pengaruh langsung silang luar.
5. Genetic drift
Genetic drift merupakan perubahan frekuensi gen yang mendadak. Perubahan frekuensi gen yang mendadak biasanya terjadi pada kelompok kecil ternak yang di pindahkan untuk tujuan pemulian ternak atau dibiakan. Jika kelompok ternak diisolasi  dari kelompok ternak asalnya maka frekuensi gen yang terbentuk pada populasi baru dapat  berubah. Perubahan frekuensi gen yang mendadak dapat pula disebabkan oleh bencana alam, misal matinya sebagian besar ternak yang memiliki gen tertentu.(Rispandahlan, 2012)
2.3 Hukum Hardy-Weinberg Sebagai  Pendukung Terjadinya Evolusi
2.3.1 Definisi Hukum Hardy-Weinberg
Asas Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi alel dan frekuensi genotipe dalam suatu populasi akan tetap konstan, yakni berada dalam kesetimbangan dari satu generasi ke generasi lainnya kecuali apabila terdapat pengaruh-pengaruh tertentu yang mengganggu kesetimbangan tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut meliputi perkawinan tak acak, mutasi, seleksi, ukuran populasi terbatas, hanyutan genetik, dan aliran gen. Adalah penting untuk dimengerti bahwa di luar laboratorium, satu atau lebih pengaruh ini akan selalu ada. Oleh karena itu, kesetimbangan Hardy-Weinberg sangatlah tidak mungkin terjadi di alam. Kesetimbangan genetik adalah suatu keadaan ideal yang dapat dijadikan sebagai garis dasar untuk mengukur perubahan genetik.
Frekuensi alel yang statis dalam suatu populasi dari generasi ke generasi mengasumsikan adanya perkawinan acak, tidak adanya mutasi, tidak adanya migrasi ataupun emigrasi, populasi yang besarnya tak terhingga, dan ketiadaan tekanan seleksi terhadap sifat-sifat tertentu.
Contoh paling sederhana dapat terlihat pada suatu lokus tunggal beralel ganda: alel yang dominan ditandai A dan yang resesif ditandai a. Kedua frekuensi alel tersebut ditandai p dan q secara berurutan; freq(A) = p; freq(a) = q; p + q = 1. Apabila populasi berada dalam kesetimbangan, maka freq(AA) = p2 untuk homozigot AA dalam populasi, freq(aa) = q2 untuk homozigot aa, dan freq(Aa) = 2pq untuk heterozigot.
Konsep ini juga dikenal dalam berbagai nama: Kesetimbangan Hardy-Weinberg, Teorema Hardy-Weinberg, ataupun Hukum Hardy-Weinberg. Asas ini dinamakan dari G. H. Hardy dan Wilhelm Weinberg.
Syarat berlakunya asas Hardy-Weinberg
  • Setiap gen mempunyai viabilitas dan fertilitas yang sama
  • Perkawinan terjadi secara acak
  • Tidak terjadi mutasi gen atau frekuensi terjadinya mutasi, sama besar.
  • Tidak terjadi migrasi
  • Jumlah individu dari suatu populasi selalu besar
Jika syarat-syarat tersebut terpenuhi, maka frekuensi alel dan frekuensi genotipe dalam suatu populasi akan konstan dan evolusi pun tidak akan terjadi. Tetapi dalam kehidupan, syarat-syarat tersebut tidak mungkin terpenuhi sehingga evolusi dapat terjadi. Suatu keseimbangan yang lengkap di dalam gene pool tidak pernah dijumpai, perubahan secara evolusi adalah sifat – sifat fundamental dari kehidupan suatu populasi.( Sweety Hamster Rescue, 2012)
Godfrey Harold Hardy dan Wilhelm Weinberg tahun 1908 secara terpisah menemukan dasar-dasar frekuensi alel dan genetik dalam suatu populasi. Prinsip yang berupa pernyataan teoritis tersebut dikenal sebagai hukum (prinsip kesetimbangan) Hardy-Weinberg. Pernyataan itu menegaskan bahwa frekuensi alel dan genotip suatu populasi (gene pool) selalu konstan dari generasi ke generasi dengan kondisi tertentu.
Kondisi-kondisi yang menunjang Hukum Hardy-Weinberg sebagai berikut:
  1. Ukuran populasi harus besar
  2. Ada isolasi dari polulasi lain
  3. Tidak terjadi mutasi
  4. Perkawinan acak
  5. Tidak terjadi seleksi alam
Formulasi hukum Hardy-Weinberg dapat dijelaskan berikut ini.

Pada suatu lokus, gen hanya mempunyai dua alel dalam satu populasi. Para ahli genetika populasi menggunakan huruf p untuk mewakili frekuensi dari satu alel dan huruf q untuk mewakili frekuensi alel lainnya. (Anonim, 2012)



Perubahan Perbandingan Frekuensi Gen (Genotip) pada Populasi
Hukum Hardy-Weinberg tidak berlaku untuk proses evolusi karena hukum Hardy-Weinberg tidak selalu menghasilkan angka perbandingan yang tetap dari generasi ke generasi. Kenyataannya, frekuensi gen dalam suatu populasi selalu mengalami perubahan atau menyimpang dari hukum Hardy-Weinberg.
Beberapa faktor yang menyebabkan perubahan keseimbangan hukum Hardy-weinberg dalam populasi yaitu adanya:
  1. Hanyutan genetik (genetic drift),
  2. Arus gen (gene flow),
  3. Mutasi,
  4. Perkawinan tidak acak, dan
  5. Seleksi alam.  Masing-masing penyebab perubahan kesetimbangan hukum Hardy-Weinberg atau perubahan frekuensi genetik populasi merupakan kondisi kebalikan yang dibutuhkan untuk mencapai kesetimbangan Hardy-weinberg.
Hukum ini menyatakan bahwa dalam suatu kondisi tertentu yang stabil, frekuensi gen dan frekuensi genotif akan tetap konstan dari satu generasi ke generasi dalam suatu populasi yang berbiak seksual, bila syarat berikut dipenuhi:
  1. Genotif yang ada memiliki viabilitas (kemampuan hidup) dan fertilitas (kesuburan) yang sama
  2. Perkawinan yang terjadi berlangsung secara acak
  3. Tidak ada mutasi gen
  4. Tidak terjadi migrasi
  5. Tidak terjadi seleksi
Hukum Hardy-Weinberg ini berfungsi sebagai parameter evolusi dalam suatu populasi. Bila frekuensi gen dalam suatu populasi selalu konstan dari generasi ke generasi, maka populasi tersebut tidak mengalami evolusi. Bila salah satu saja syarat tidak dipenuhi maka frekuensi gen berubah, artinya populasi tersebut telah dan sedang mengalami evolusi.(Anonim,2012)





2.3.2 Penerapan dan Teori Evolusi  Hukum Hardy–Weinberg
Bila frekuensi gen yang satu dinyatakan dengan simbol p dan alelnya dengan simbol q, maka secara matematis hukum tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

Contoh penggunaan hukum ini adalah sebagai berikut:
1.    Bila dalam suatu populasi masyarakat terdapat perasa kertas PTC 64% sedangkan bukan perasa PTC (tt) 36%,
a.    Berapa frekuensi gen perasa (T) dan gen bukan perasa (t) dalam populasi tersebut?
b.    Berapakah rasio genotifnya?

Populasi mendelian yang berukuran besar sangat memungkinkan terjadinya kawin acak (panmiksia) di antara individu-individu anggotanya. Artinya, tiap individu memiliki peluang yang sama untuk bertemu dengan individu lain, baik dengan genotipe yang sama maupun berbeda dengannya. Dengan adanya sistem kawin acak ini, frekuensi alel akan senantiasa konstan dari generasi ke generasi. Prinsip ini dirumuskan oleh G.H. Hardy, ahli matematika dari Inggris, dan W.Weinberg, dokter dari Jerman,. sehingga selanjutnya dikenal sebagai hukum keseimbangan Hardy-Weinberg.
Di samping kawin acak, ada persyaratan lain yang harus dipenuhi bagi berlakunya hukum keseimbangan Hardy-Weinberg, yaitu tidak terjadi migrasi, mutasi, dan seleksi. Dengan perkatan lain, terjadinya peristiwa-peristiwa ini serta sistem kawin yang tidak acak akan mengakibatkan perubahan frekuensi alel.
Deduksi terhadap hukum keseimbangan Hardy-Weinberg meliputi tiga langkah, yaitu :
(1)    Dari tetua kepada gamet-gamet yang dihasilkannya
(2)    Dari penggabungan gamet-gamet kepada genotipe zigot yang dibentuk
(3)    Dari genotipe zigot kepada frekuensi alel pada generasi keturunan.
Secara lebih rinci ketiga langkah ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Kembali kita misalkan bahwa pada generasi tetua terdapat genotipe AA, Aa, dan aa, masing-masing dengan frekuensi P, H, dan Q.  Sementara itu, frekuensi alel A adalah p, sedang frekuensi alel a adalah q. Dari populasi generasi tetua ini akan dihasilkan dua macam gamet, yaitu A dan a. Frekuensi gamet A sama dengan frekuensi alel A (p). Begitu juga, frekuensi gamet a sama dengan frekuensi alel a (q).
Dengan berlangsungnya kawin acak, maka terjadi penggabungan gamet A dan a secara acak pula. Oleh karena itu, zigot-zigot yang terbentuk akan memilki frekuensi genotipe sebagai hasil kali frekuensi gamet yang bergabung.
Kita ketahui bahwa frekuensi gene pool dari generasi ke generasi pada waktu ini (populasi hipotesis) adalah 0,9 dan 0,1; dan perbandingan genotip adalah 0,81; 0,81; dan 0,01. Dengan angka – angka ini kita akan mendapatkan harga yang sama pada generasi berikutnya. Hasil yang sama ini akan kita jumpai pada generasi seterusnya, frekuensi genetis dan perbandingan genotip tidak berubah. Dapat kita simpulkan bahwa perubahan evolusi tidak terjadi. Hal ini dapat diketahui oleh Hardy (1908) dari Cambrige University dan Weinberg dari jerman yang bekerja secara terpisah. Secara singkat dikatakan di dalam rumus Hardy-Weinberg
“Di bawah suatu kondisi yang stabil, baik frekuensi gen maupun perbandingan genotip akan tetap (konstan) dari generasi ke generasi pada populasi yang berbiak secara seksual”

Kondisi yang Diperlukan untuk Keseimbangan Genetis
Perlu diteliti apakah yang dimaksud dengan kondisi pada hokum Hardy – Weinberg, sehingga menyebabkan gene pool dari suatu populasi berada di dalam keseimbangan genetis. Kondisi tersebut digambarkan sebagai berikut:
  • Populasi harus cukup besar, sehingga suatu faktor kebetulan saja tidak mungkin mengubah frekuensi genetis secara berarti.
  • Mutasi tidak boleh terjadi, atau harus terjadi keseimbangan secara mutasi.
  • Harus tidak terjadi emigrasi dan imigrasi.
  • Reproduksi harus sama sekali sembarang (random).
Secara teoritis, suatu populasi harus begitu besar sehingga dapat dianggap bukan merupakan faktor penyebab dari perubahan frekuensi genetis. Dalam kenyataan, tidaklah ada populasi yang besarnya tidak terbatas, tetapi beberapa populasi alami dapat cukup besar sehingga perubahan sedikit saja tidak cukup menjadi penyebab dari perubahan yang berarti pada frekuensi genetis gene pool mereka.
Suatu populasi produktif yang terdiri lebih dari 10.000 anggota yang dapat berbiak, mempunyai kemungkinan besar tidak dipengaruhi secara berarti oleh perubahan sembarang, yang dapat menuju kepada lenyapnya suatu alel dari gene pool, meskipun alel itu merupakan alel superior. Di dalam populasi yang demikian, ternyata hanya terdapat sangat kecil alel yang mempunyai frekuensi antara, rupanya semua alel itu mempunyai kecenderungan untuk hilang dengan segera atau tertahan sebagai satu – satunya alel yang ada. Dengan perkataan lain, populasi kecil mempunyai kecenderungan besar untuk menjadi homozigot, sedangkan populasi besar cenderung untuk lebih bermacam – macam.
Contohnya aplikasi Hukum Hardy-Weinberg antara lain sebagai berikut:
Menghitung prosentase populasi manusia yang membawa alel untuk penyakit keturunan.
Frekuensi individu yang lahir dengan PKU disimbolkan dengan q2 pada persamaan Hardy-Weinberg ( q2 = frekuensi genotip homozigot resesif ). Kejadian satu individu PKU tiap 10 ribu kelahiran menunjukkan q2 = 0,0001. Oleh karenanya frekuensi  alel resesif untuk PKU dalam populasi adalah sebagai berikut.
q2 = 0,0001       q  =   √ 0,0001  =  0,01
Data frekuensi alel dominant ditentukan sebagai berikut.
p = 1 – q ; p = 1 –  0,01 ; p = 0,99
Frekuensi heterozigot karier, pada individu yang tidak mengalami PKU namun mewariskan alel PKU pada keturunannya, yaitu sebagai berikut.
2pq = 2 x 0,99 x 0,01
2pq = 0,0198 ( sekitar 2% )
Hal  ini berarti sekitar 2 % suatu populasi manusia yang membawa alel PKU.

Menghitung frekuensi alel ganda.

Persamaan ( p + q ) = 1 seperti yang digunakan pada contoh-contoh sebelumnya hanya berlaku apabila terdapat dua alel pada suatu lokus dalam autosom. Apabila lebih banyak alel ikut mengambil peranan, maka dalam persamaan harus ditambah lebih banyak  symbol. Misalnya pada golongan darah system ABO dikenal tiga alel yaitu IA , IB dan i . Andaikan p menyatakan frekuensi alel IA , q untuk frekuensi alel IB dan r untuk frekuensi alel  i , maka persamaan menjadi ( p + q + r ) = 1. Hukum Ekuilibrium Hardy-Weinberg untuk golongan ABO berbentuk sebagai berikut.


  1. Berapakah frekuensi alel  IA , IB , dan i pada masing-masing populasi tersebut ?
  2. Dari 320 orang yang bergolongan darah A itu, berapakah diperkirakan homozigotik IA IA ?
  3. Dari 150 orang bergolongan darah B itu, berapakah diperkirakan heterozigotik  IB i ?
Penyelesaian untuk persoalan diatas sebagai berikut. Andaikan p = frekuensi untuk alel IA , q = frekuensi untuk alel IB , r = frekuensi untuk alel  i, maka menurut hukum Hardy-Weinberg
    1. p2IAIA  +  2prIA  +  q2IBIB  +  2qrIBi  +  2pqIAIB  +  r2ii
r 2  =  frekuensi golongan O  =  490/1000   =  0,49  ;  r  =   √ 0,49   =  0,7
( p + r ) 2    =  frekuensi golongan A  +  golongan O
( p + r ) 2   =  320+490/1000   =   0,81
( p + r )     =  √ 0,81  =  0,9
p      =   0,9  –  0,7  =  0,2
Oleh karena ( p + q + r ) = 1, maka q = 1 – (p + q) = 1 – (0,2 + 0,7) = 0,1
Dengan demikian, frekuensi alel I A = p adalah 0,2; frekuensi alel IB = q = 0,1 ; dan
frekuensi alel 1 = r = 0,7
    1. Frekuensi genotip IAIA = p2 = (0,2)2= 0,04. Jadi dari 320 orang bergolongan A yang diperkirakan homozigotik  IAIA = 0,04 x 1000 orang = 40 orang.
    2. Frekuensi  genotip IB i  = 2qr  =  2  (0,1 x 0,7)  =  0,14 . Jadi dari 150 orang
bergolongan B yang diperkirakan heterozigotik I B i = 0,14 x 1000 orang = 140 orang.
Menghitung frekuensi gen tertaut kromosom X.
Dalam genetika populasi Suryo, 1984 menyatakan persoalan-persoalan yang dibicarakan sebelumnya merupakan cara menghitung frekuensi gen yang mempunyai lokus pada autosom. Namun, disamping autosom terdapat pula kromosom X. Oleh karena laki-laki hanya mempunyai sebuah kromosom X saja, maka cara menghitung frekuensi gennya berbeda dengan cara menghitung frekuensi gen pada kromosom X perempuan. Distribusi kesetimbangan dari genotip-genotip p untuk sifat yang tertaut kelamin, dengan p + q = 1 adalah
sebagai berikut.
Untuk laki-laki        = p + q , karena genotipnya A dan a
Untuk perempuan = p2 + 2pq + q2 , karena genotipnya AA, Aa, aa.



















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1)      Mutasi yang terjadi tidak selalu mengakibatkan perubahan dalam struktur fungsi.kejadian mutasi walaupun tidak terlihat mungkin ikut berperan misalnya protein yang bermutasi meskipun tidak berubah dalam fungsi,mungkin memupnyai kelemahan tertentu yang baru terlihat apabila keadan lingkungan berubah.yang sudah dapat di pastikan,frekuensi gen dalam populasi  akan berubah,karena ada suatu gen yang berubah
2)      Peristiwa mutasi akan mengakibatkan terjadinya perubahan frekuensi gen, sehingga akan mempengaruhi fenotipe dan genotipe. Mutasi dapat bersifat menguntungkan dan merugikan. Sifat menguntungkan maupun merugikan tersebut terjadi jika:
a. Dapat menghasilkan sifat baru yang lebih menguntungkan,
b. Dapat menghasilkan spesies yang adaptif,
c. Memiliki peningkatan daya fertilitas dan viabilitas. Selain menguntungkan, ada kemungkinan mutasi bersifat merugikan yaitu menghasilkan sifat-sifat yang berkebalikan dengan sifat-sifat di atas. Untuk mengetahui angka laju mutasi.
3)      Asas Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi alel dan frekuensi genotipe dalam suatu populasi akan tetap konstan, yakni berada dalam kesetimbangan dari satu generasi ke generasi lainnya kecuali apabila terdapat pengaruh-pengaruh tertentu yang mengganggu kesetimbangan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar