BIMBINGAN ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS
Seperti apakah anak
berkebutuhan khusus itu?
Anak berkebutuhan
khusus adalah anak-anak yang mempunyai kebutuhan (baik bersifat permanen maupun
sementara) dalam memperoleh layanan pendidikan yang sesuai,
karena memiliki masalah dalam:
- Kondisi sosial – emosi;
- Kondisi ekonomi;
- Kondisi politik;
- Kelainan bawaan maupun karena didapat kemudian.
Untuk anak yang
memiliki masalah karena faktor kelainan bersifat permanen maka dapat
dikategorikan menjadi:
1) Individu dengan hambatan sensori
penglihatan; 2) Individu dengan hambatan sensori pendengaran; 3)
Individu dengan hambatan perkembangan intelektual; 4) Individu dengan
hambatan fisik dan motorik; 5) Individu dengan hambatan emsi dan
perilaku; 6) Individu berbakat; 7) Tunaganda; 8) Individu
berkesulitan belajar; 9) Individu dengan autisme; 10) Individu dengan
hambatan konsentrasi dan perhatian (attention Deficit Disorder Hyperactivity).
Apa istilah untuk menyebut
anak berkelainan atau luar biasa ini?
PBB (Perserikatan
Bangsa bangsa) menggunakan tiga istilah yang berbeda bagi penyandang kelainan.
Tiga istilah tersebut adalah;
1. Impairment artinya
kehilangan atau ketidaknormalan fungsi-fungsi fisik, psikologis, atau anatomis.
Contohnya orang yang memiliki hambatan dalam penglihatan.
2. Disability artinya
ketidakmamapuan atau keterbatasan aktivitas sebagaimana dilakukan orang normal.
Contohnya adalah orang yang memiliki hambatan dalam melihat tulisan atau
sesuatau pada jarak yang normal.
3. Handicap artinya
hambatan yang dialami seseorang akibat impairment atau disability. Maksudnya,
hambatan yang ditimbulkan keduanya itulah disebut handicap.
Adapun kemudian
istilah yang berkembang dalam dunia pendidikan adalah “luar biasa” yang artinya
itu sendiri lebih luas dari penyandang cacat. Sedangkan sebutan cacat lebih
banyak digunakan dalam tujuan-tujuan yang bersifat sosial dan kesehatan.
Seperti apa anak luar biasa itu?
“Anak luar biasa
adalah anak yang memiliki tingkat perkembangan yang menyimpang
dari tingkat perkembangan anak sebayanya dalam: aspek fisik, mental, atau
sosial dan emosional, di mana karena penyimpangan tersebut menuntut agar mereka
mendapatkan pelayanan khusus untuk memenuhi kebutuhan khasnya.”
Seperti apa penyimpangan anak luar
biasa?
Penyimpangan anak
luar biasa, dapat berupa keterlambatan yang bersifat negatif dari yang normal,
atau juga bersifat positif, yakni lebih cepat.
Siapa saja anak luar biasa?
Macam-macam anak luar
biasa diantaranya:
1)
Tunanetra adalah individu yang mengalami gangguan daya penglihatan
beruapa kebutaan menyulur atau sebagian, dan walau telah diberi bantuan dengan
alat bantu masih membutuhkan pelayanan pendidikan khusus;
2) Tunarungu
adalah individu yang memiliki kehilangan kemampuan pendengaran menyeluruh atau
sebagain dan walau telah diberi bantuan dengan alat bantu masih membutuhkan
pelayanan pendidikan khusus;
3) Tunagrahita
adalah individu yang mengalami hambatan atau keterlambatan dalam perkembangan
mental disertai ketidakmampuan untuk belajar dan untuk menyesuaikan diri
sedemikian rupa;
4) Tunadaksa
adalah individu yang memiliki kelainan atau cacat menetappada alat gerak
(tulang, otot, sendi);
5) Tunalaras
adalah individu yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan atau
bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat
umumnya;
6) Anak berbakat
adalah anak yang memiliki kemampuan unggul dan merujuk pada prestasi yang jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya;
7) Tunaganda
adalah individu yang mempunyai kelainan lebih dari satu jenis kelainan;
8) Anak
berkesulitan belajar adalah anak yang meraih prestasi belajar lebih rendah
dari kemampuan kecerdasannya, biasanya dalam pelajaran membaca, menulis dan
berhitung;
9) Anak autisme
adalah anak yang mengalami hamabtan dalam proses interaksi sosial, komunikasi,
perilaku, dan bahasa;
10) Anak gangguan
konsentrasi dan perhatian adalah anak yang tidak mampu memusatkan perhatian
pada objek, tugas, atau informasi yang dilihat dan didengar, serta mudah
terrangsang oleh stimulasi dari luar.
Bagaimana sistem Layanan Pendidikan
Untuk ALB?
Terdapat tahapan
perkembangan dalam sistem layanan pendidikan untuk pendidikan luar biasa.
Yaitu:
- segregasi. Sistem ini adalah sistem pendidikan yang dikhusus untuk anak luar biasa saja, tanpa kehadiran anak normal. sistem ini paling lama dilakukan.
- Integrasi. Sistem ini muncul setelah para praktisi pendidikan menyadari berbagai kelemahan dalam pelaksanaan sistem pertama. Yakni sistem dengan penyatuan anak penyandang kelainan terkategori ringan dengan anak normal dalam suatu kelas sama atau sekolah reguler.
- Inklusi. Sistem ini memperbolehkan anak penyandang kelainan untuk dapat belajar di mana pun yang dia inginkan di sekolah reguler. Yakni di dalamnya terdapat anak berkelainan dan anak normal dalam satu atap yang mana setiap kebutuhan anaklah yang diutamakan untuk dipenuhi dan disesuaikan.
Apakah kelas inklusif itu?
Kalau dilihat dari
pengertiannya dalam kamus besar bahasa inggris, inklusif berarti termasuk;
terhitung. Sedangkan berdasarkan pada penjelasan Skjorten (2001), kelas yang di
dalamnya terdiri dari anak yang berkelainan dan anak normal.
Sekolah inklusif
mengusahakan cara mendidik yang sesuai dengan kebutuhan semua anak.
Bagaimana latar belakang diwujudkannya
kelas inklusi?
Hal yang melatar
belakangi adanya kelas atau pendidikan inklusi adalah berawal dari adanya
kesadaran atau perkembangan perubahan pola pikir akan hakikat
anak yang berkelainan dan pendidikan itu sendiri. Hakikat individu yang
memiliki kelainan, luar biasa, tentu saja adalah sama dengan manusia lainnya,
yang memiliki hak yang wajib untuk dipenuhi, dalam dan untuk menikmati
kehidupan, pelayanan pendidikan untuk bekal hidup yang layak dan berkualitas, dan
untuk hidup bermasyarakat dan bersosial.
Hal ini pun didukung
oleh gencarnya penegakan HAM di dalam masyarakat demokratis Indonesia.
Mengapa pendidikan inklusif atau kelas
inklusif itu diadakan?
Untuk jawaban ini,
sebaiknya mengenal sejarah perkembangan pendidikan luar
biasa, khususnya di Indonesia sendiri.
Menurut A.
Dwidjosumarto (BBM: 7), tempat khusus untuk anak-anak berkelainan seperti buta,
lumpuh, miskin, dan sebagainya pertama kali didirikan oleh raja-raja Jawa,
itupun setelah ajaran agama islam masuk. Berikut sejarahnya:
26
April 1901, pendirian tempat khusus pertama di Bandung
Tahun 1927, dibentuk
perhimpunan untuk pendidikan anak tunagrahita, masih di Bandung, oleh guru-guru
Belanda
12 Januari 1930,
didirikan sebuah perkumpulan untuk mengusahakan pendidikan luar biasa bagi anak
tunarungu, masih di Bandung, masih oleh Belanda. Setelah kependudukan Jepang,
semua usaha tersebut pun hilang, tak terpedulikan lagi.
Pada tahun 1950,
barulah pemerintah mendirikan lembaga pendidikan luar biasa secara formal,
dengan membentuk dan menetapkan UU No. 4 tahun 1950.
Setelah itu dua tahun
setelahnya, yakni tahun 1952 lahirlah sekolah pendidikan untuk guru yang khusus
dipersiapkan untuk mengajar anak-anak luar biasa, disebut Sekolah Guru Pendidikan
Luar Biasa (SGPLB).
Setelah itu pada
tahun berikutnya, dekade enampuluhan, IKIP Bandung dan Universitas, membuka
Jurusan Pendidikan Luar Biasa atau Jurusan Pendidikan Khusus.
Sejak berdirinya
SGPLB dan PLB, kemudian bermunculanlah lembaga-lembaga pendidikan luar biasa di
seluruh Indonesia.
Dalam mewujudkan
program wajib belajar bagi seluruh anak usia sekolah, maka ditetapkanlah
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 002/0/1986 pada tanggal 4
Januari 1986 tentang pendidikan terpadu. Artinya, peraturan ini telah memayungi
hak pendidikan untuk semua anak tanpa memisahkannya dengan anak yang memiliki
keterbatasan.
Kemudian berkat
diselenggarakannya Lokakarya Pendidikan terpadu Bagi Anak berkelainan oleh
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, di Jakarta pada tanggal
21-30 Oktober 1992, pendidikan pengintergrasian anak-anak berkelainan dengan
anak-anak normal pada hakikatnya telah dimulai.
Seperti
apa KURIKULUM pendidikan Sekolah Luar Biasa?
Untuk menjawab
pertanyaan ini, akan lebih dipahami ketika mengetahui tahapan-tahapan
pengembangan konsep pembentukan pendidikan sekolah untuk anak luar biasa
ini.
Konsep awal sekolah
ini berawal dari kelas khusus, dan pengelompokkan peserta didik.
Sementara itu sistem kenaikan kelasnya dapat dilakukan tanpa ada perpindahan
ruang kelas. Kurikulum berdasarkan kurikulum sekolah dasar saat itu yang
dikenal dengan nama Rencana Pelajaran Terurai untuk sekolah
rakyat III dan VI tahun 1952, hanya saja untuk urutan dan luas bahan
disesuaikan dengan kemampuan peserta didik dan mengutamakan atau memperbanyak
bahan pelajaran yang bersifat keterampilan.
Cara mengajar guru,
tidak diratakan untuk semua murid / dalam satu waktu. Kadang seorang guru
sambil mengajar suatu pelajaran akan menunggu peserta yang lain selesai
mengerjakan tugasnya.
Pada tahun 1977,
terjadi peristiwa penting berkaitan dengan kurikulum SLB. Yakni pembelajaran
kembali ke bentuk konsep pembelajaran klasikal, yang menjadikan
tujuan instruksional sebagai start dan acuan pendidikan. Di samping itu
pemberlakuan keputusan kurikulum ini membedakan antara tiap kelas anak
berkebutuhan khusus: antara tunagrahita yang sedang dan tunagrahita ringan,
tunadaksa poliomyellitis dan cerebral alsy. Serta untuk tunanetra sendiri tidak
diberikan perbedaan untuk yang membutuhkan alat bantu braile dan yang tidak.
Kemudian juga menjadi hal yang timpang ketika anak tunalaras dan tunanetra
dapat mengkuti EBTANAS, tapi kenyataan mereka tidak diberi bahan yang sama
dengan anak normal.
Demikian pula
kerumitan terus dirasakan para stakeholder pendidikan SLB, yakni ketika ada
perubahan pelajaran berhitung, menjadi matematika, juga tambahan pelajaran
nilai seperti agama dan PMP. Kesulitan karena tidak semua guru kelas
mendapatkan latihan umum pelajaran tersebut.
Sekarang? Kurikulum
SLB sudah sedemikian rupa mendapatkan perhatian dari para pengamatnya.
Bagaimana
pendekatan pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus?
- Discrete Tial Training (DTT) : Training ini mempergunakan pembelajaran perilaku. • Intervensi LEAP (Learning Experience and Alternative Programfor Preschoolers and Parents) menggunakan stimulus respon (sama dengan DTT) tetapi anak langsung berada dalam lingkungan sosial (dengan teman-teman).
- Floor Time: merupakan teknik pembelajaran melalui kegiatan intervensi interaktif. • TEACCH (Treatment and Education for Autistic Childrent and Related Communication Handicaps): pembelajaran bagi anak dengan memperhatikan seluruh aspek layanan untuk pengembangan komunikasi anak.
Apa saja metode pembelajaran untuk Anak Berkebutuhan Khusus?
- Communication: Adanya komunikasi yang terjadi, baik siswa antar siswa, siswa dengan fasilitas belajar, ataupun dengan guru
- Task Analisis: prosedur dimana tugas-tugas dipecah kedalam rangkaian komponen-komponen langkah atau bagian kecil satu tujuan akhir atau sasaran.
- Direct Instruction: metode pengajaran yang menggunakan pendekatan selangkah-selangkah yang terstruktur dengan cermat.
- Prompts: setiap bantuan yang diberikan pada anak untuk menghasilkan respon yang benar.
1.
Verbal
Prompts : pemberian informasi tambahan yang mendukung tugas. Contoh: ketika
anak sedang belajar komputer, instruksi: “nyalakan komputer!” verbal promts nya
“masukkan disket ke drive satu dan tekan tombol merah”
2.
Modelling
promp : perilaku guru sebagai contoh untuk ditiru.
3.
Gestural
Prompts : isyarat, atau gerakan tubuh.
4.
Physical
Prompts : sentuhan/ kontak fisik. Digunakan sebagai alternatif terakhir.
5.
Peer
Tuturial : menjadikan teman ABK yang lebih mampu sebagai tutor
6.
Cooperative
Learning : bekerja bersama-sama, dengan sekecil apapun kelebihan yang dimiliki
namun diberdayakan.
Bagaimana bimbingan yang diberikan
untuk anak yang berkebutuhan khusus?
Pemberian bimbingan
bersifat penting, yakni untuk membantu mereka lebih intensif dalam bagaimana
menyiapkan mereka untuk mampu bertahan dan hidup sesuai.
Bimbingan pun
disesuaikan dengan tingkat kebutuhan masing-masing individu yang berkebutuhan
khusus.
Bimbingan untuk anak
dengan hambatan penglihatan:
Hambatan anak tunanetra
dalam lingkungannya adalah hambatan dalam pengembangan aspek sosialisasi yang
meliputi belajar bergaul dan bekerjasama dengan kelompok sebaya.
Sementara itu
perkembangan sosial sangat penting dimiliki oleh individu untuk agar bisa hidup
sesuai dengan tuntutan masyarakatnya. Karena itu layanan bimbingan untuk anak
dengan hambatan penglihatan ini untuk membantu mengembangakan keterampilan
dasar untuk kehidupan, yakni sosialisasi.
Adapun
proses sosialisasi dapat dirinci menjadi beberapa proses yakni:
1) Proses
perkembangan tingkah laku yang dapat diterima kelompok;
2) Proses
perkembangan peran-peran sosial yang berhubungan dengan kelompok;
3) Proses
perkembangan sikap sosial Sedangkan tugas perkembangan dalam belajar bergaul
dan bekerjasama dengan kelompok meliputi:
·
1)
Cara mengenalkan diri;
·
2)
Menghargai teman;
·
3)
Kerjasama dengan teman;
·
4)
Kepedulian terhadap teman;
·
5)
Mematuhi aturan permainan;
·
6)
Bersaing dengan sportif;
·
7)
Setia kawan;
·
8)
Memahami perbedaan dan persamaan dengan kawan;
·
9)
Cara menjadi pendengar yang baik.
Program
layanan dasar bimbingan anak tunanetra
Setelah mengetahui
tujuan di atas, maka agar pelaksanaan bimbingan dapat berjalan dengan
sistematis perlu disusun program layanan dasar bimbingan.
Program pun berdasar
pada:
kemampuan awal siswa
tunanetra dalam bersosialisasi,
kebutuhannya dalam
bimbinan,
bimbingan yang
dibrikan guru umum,
serta kendala yang
dihadapi dalam pelaksanaan bimbingan.
Sehingga program
bimbingan akan meliputi bimbingan:
1) Menghargai diri
sendiri dan teman sebaya;
2) Meningkatkan rasa
percaya diri;
3) Meningkatkan
motivasi;
4) Bekerjasama dengan
teman sebaya;
5) Memiliki
kepedulian pada diri sendiri secara sportif;
6) Setia kawan;
7) Cara menjadi
pendengar yang baik;
8) Mencapai hubungan
yang harmonis;
9) Belajar memimpin
tanpa dominasi;
10) Mencapai hubungan
baru dengan teman sebaya;
11) Melakukan
hubungan antar pribadi secara wajar
Syarat pelaksanaan
program
bimbingan pagi anak tunanetra
Adapun syarat agar
pelaksanaan program tersebut efektif, maka pelaksanaan program setidaknya
memenuhi syarat berikut:
1)
Program dirancang sesuai dengan kebutuhan nyata siswa dan kemampuan guru
pembimbingnya;
2) Melibatkan semua
tenaga pendidikan di sekolah dalam perencananaanya;
3) Tujuan bimbinga
ndiarahkan sedemikianrupa pada pencapaian tugas perkembangan siswa
tunanetra;
4) Pelayanan
diintegrasikan dengan mata pelajaran oleh guru bidang studi atau guru kelas; 5)
Memberikan kemungkinan pelayanan kepada semua siswa (dalam kelas inklusi);
6) Melibatkan orang
tua.
Dengan demikian
muncullah upaya-upaya yang diperlukan dalam penyusunan program ini berupa
langkah intervensi sistematis dimulai dari sikap guru, peningkatan
wawasan dan keterampilan guru, dan pengelolaan kelas, khususnya dalam
penempatan peserta didiknya.
Bimbingan untuk anak
tunarungu/ memiliki hambatan pendengaran
Bimbingan untuk anak
tunarungu ditekankan pada pemberian informasi dan bantuan dalam menyusun
rencana pendidikan lanjutan dan rencana pilihan pekerjaan. Karena itu bimbingan
yang diberikan adalah bimbingan karir, dimana bimbingan karir ini adalah
untuk menyiapkan individu tunarungu dalam menetapkan suatu pekerjaan.
Program bimbingan
karir bertujuan agar siswa tunarungu mampu menyususn rencana karir dalam
mengambil keputusan karir serta mengambil langkah-langkah tindakan yang relevan
untuk mewujudkan keputusan yang akan diambil. Program ini mencakup empat fase
kegiatan yaitu: perencanaan, penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi.
Adapun
langkah-langkahnya
adalah:
1) Menentukan
rancangan evaluasi;
2) Menentukan
kebutuhan siswa;
3) Menentukan tujuan
umum;
4) Merumuskan tujuan
khusus;
5) Memilih,
menjadwalkan, membantu operasional layanan kegaitan;
6) Mengembangakan
keterampilan dari staf yang diperlukan;
7) Mengevaluasi
program.
Agar pengembangan
program bimbingan karir berjalan dengan baik, setidaknya program itu telah
dirancang dengan baik, dilaksanakan secara sistematis, dan merujuk pada
kaidah-kaidah teoritis.
Kebutuhan-kebutuhan
Karir Tunarungu
1)
Pengetahuan/pemahaman yang dapat mengantarkan mereka mencapai tingkat
perkembangan optimal;
2) Akses kebahasaan
yang lebih banyak;
3) Media komunikasi
yang daat diterima dan dipahami semua pihak;
4) Keseimbangan dalam
bergerak;
5) Peningkatan sikap
percaya diri untuk mandiri;
6) Deskripsi
jenis-jenis karir yang sesuai dengan potensi, persepsi, realitas, serta dapat
menghubungkan dirinya dengan dunia kerja.
Langkah-langkah dalam
pelaksanaannya:
1)
Kepala sekolah hendaknya dapat mengkoordinasikan dan memfasilitasi dalam upaya
ketercapaian tujuan pendidikan;
2) Guru sebagai
konselor bimbingan karir dapat melaksanakan bimbingan karir sesuai dengan
kebutuhan siswa tunarungu;
3) Orangtua harus
mengetahui kebutuhan putra-puterinya akan karir dan memberikan dukungan akan
bimbingan yang dikembangakn di sekolah, khususnya;
4)
Perusahaan-perusahaan diharapkan dapat mengetahui potensi-potensi karis siswa
tunarungu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar