MAKALAH
MULTIKULTURAL
KEBUDAYAAN SUKU SABU
Dosen pembimbing Drs.Sugiono,M.Si
Disusun Oleh:
NAMA :MISNAWATI
KELAS:
3A/Reguler B
NIM :F1082141065
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2015
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahirabbilalamin,segala
puji syukur kehadirat Allah SWT yang
memberikan kenikmatan pada kita sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Multikultural tanpa ada hambatan
apapun .
Penulisan makalah ini disusun guna melengkapi Tugas Kuliah
Multikultural jurusan S1 PGSD Universitas Tanjung Pura.
Teriring ucapan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi –tingginya atas dukungan dari orang tua dan
semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa
masih banyak kekurangan dan keterbatasan pengetahuan penulis dalam penyusunan makalah ini.oleh karena itu
penulis mohon maaf atas segala kekurangannya.kritik dan saran dan masukan dari
berbagai pihak yang bersifat membangun
akan penulis terima dengan senang hati,penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.
Pontianak,
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ..i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I
PENDAHULUAN......................................................................................... 1
A.
Latar Belakang.......................................................................................................... 1
B.
Tujuan Pembelajaran................................................................................................ 1
C.
Rumusan Masalah.......................................................................................... ..........2
D.
Metode .......................................................................................................... ...........2
E.
Kegunaan.................................................................................................................. 2
BAB II
PEMBAHASAN.......................................................................................... 3
1.
Kebudayaan Suku Sabu............................................................................................ 3
A. Keadaan
Umum.................................................................................3
B. Pelapisan
Sosial.................................................................................3
C. Mata
Pencaharian...............................................................................4
D. Sistem
Kepercayaan...........................................................................5
E. Bahasa
Pergaulan............................................................................... 6
F. Seni
dalam Kebudayaan Masyarakat Sabu....................................... 6
BAB III PENUTUP.................................................................................................... 8
A.
Kesimpulan.................................................................................................... ............8
B.
Saran ......................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebudayaan sabu berasal dari
kabupaten Kupang Provinsi Nusa tenggara timur,masyarakat suku sabu berbicara dalam bahasa sabu.bahasa
sabu sendiri termasuk kelompok bahasa bima-sumba dari NTT,sebelum memeluk agama
Kristen suku sabu menganut agama tradisional suku yaitu jingitiu saat ini
hamper seluruhnya suku sabu memeluk agama Kristen protestan namun dalam
keseharian kebanyakan orang sabu masih terpengaruh oleh tradisi jingtu.norma
kepercayaan mereka masih tetap berlaku dengan kelender adat yang menentukan
saat menanam dan upacara lainnya.kampung masyarakat sabu memiliki uli rae,penjaga
kampong,kemudi kampung bagian dalam gerbang timur disebelahnya serta aji rae
dan tiba rae(penangkis kampung)sama-sama melindungi kampung.dalam kehidupan
sehari-hari suku sabu hidup dalam kekerabatan keluarga batih disebut hewue dara
ammu,beberapa batih yang bersekutu dalam satu upaca adat adalah keluarga luas.
B.
Tujuan
Untuk menjaga,memelihara dan
melestarikan kebudayaan merupakan kewajiban setiap individu,maka dalam
realisasinya saya mencoba menyusun makalah yang berjudul kebudayaan suku sabu
yang di dalamnya menulis tentang berbagai kebudayaan tradisionalnya,penyusunan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui bahwa suku sabu merupakan suku yang
memiliki kekayaan alam yang indah dan berlimpah dan secara sadar setiap
individu wajib menjaga nya demi tetap lestarinya kebudayaan suku sabu.
C. Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
Kebudayaan Suku Sabu?
2.
Bagaimana
keadaan umum suku sabu?
3.
Seperti
apa pelapisan sosialnya?
4.
Apa
mata pencaharian suku sabu?
5.
Seperti
apa system kebudayaan nya?
6.
Seperti
apa bahasa pergaulan masyarakat sabu?
7.
Apa
saja kesenian dari suku sabu?
D.
Metode
Metode yang digunakan dalam menyusun
makalah ini,penulis mengumpulkan data menggunakan sumber-sumber dari internet serta website yang terkait Dan menggunakan sumber-sumber dari buku.lalu,
diketik dengan menggunakan Microsoft word.
E.
Kegunaan
1. Agar mengetahui bagaimana kebudayaan
suku sabu.
2. Agar mengetahui bagaimana keadaan
umum suku sabu.
3. Agar mengetahui seperti apa pelapisan
sosialnya.
4. Agar mengetahui apa mata pencaharian
suku sabu.
5. Agar mengetahui seperti apa system
kebudataan nya.
6. Agar mengetahui seperti apa bahasa
pergaulan masyarakat sabu.
7. Agar mengetahui apa saja kesenian
dari suku sabu.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kebudayaan Suku Sabu
A.
Keadaan Umum
Pulau Sabu atau Rai Hawu adalah bagian Kabupaten Kupang.
Merupakan pulau terpencil dengan luas 460,78 km persegi berpenduduk sekitar 30.000 jiwa
dengan sifat mobilitas tinggi. Karena itu penyebarannya keseluruh Nusa Tenggara
Timur cukup menyolok. Dari Kabupaten Kupang Pulau tersebut dapat dijangkau
dengan kapal laut selama 12 jam berlayar atau 45 menit dengan pesawat
B.
Pelapisan
Sosial
Legenda menuturkan, nenek moyang orang Sabu datang dari
seberang yang disebut Bou dakka ti dara dahi, agati kolo rai ahhu rai panr hu
ude kolo robo. Artinya, orang yang datang dari laut, dari tempat jauh sekali,
lalu bermukim dipulau Sabu. Orang pertama adalah Kika Ga dan kakanya Hawu Ga.
Keturunan Kika Ga inilah yang disebut orang Sabu (Do Hawu) yang ada sekarang.
Nama Rai Hawu atau pulau Sabu berasal dari nama Hawu Ga, salah satu leluhur mereka.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat suku Sabu hidup dalam kekerabatan
keluarga batih (Ayah, ibu dan anak) disebut Hewue dara ammu.
Beberapa batih yag bersekutu dalam suatu upacara adat
adalah keluarga luas, huwue kaba gatti, dengan memiliki rumah adat sendiri
berketurunan satu nenk atau Heidau Appu. Klen kecil disebut Hewue Kerogo,
merupakan gabungan beberapa Udu Dara Ammu. Keturunan dua atau tiga nenek
bersaudara, beserta cucu dan keturunannya dipimpin Kattu Kerogo. Klen besar
disebit Hewue Udu dipimpin oleh banggu Udu.Secara struktural dalam strata
masyarakat dikenal kedudukan tertinggi Hewue Dara Ammu dengan pimpinannya Kattu
Udu Dara Ammu yang memimpin upacara, mengatur norma kehidupan, menjaga kesatuan
dan persatuan keluarga. Ia pemimpin yang pandai dan bijaksana berperan penting
dalam kehidupan masyarakat.
Kemudian ada hewue Kerogo dipimpin Kattu Kerogo yang
mengatur kehidupan Kerogo. Mereka berhak menyatakan pendapat dan hak pakai atas
tanah milik Kerogo. Kemudian Hewue Adu dipimpin Banggu Adu mengatur hak pakai
tanah untuk Ana Udu karena mempunyai hak ulayat. Setiap penggarapan tanah oleh
anggota Udu harus diketahui Banggu Udu. Mereka (Udu) juga tidak dikenakan Ihi
Rai, sejenis Upeti yakni sebagian hasil panen diberikan kepada Banggu Udu sebagai
tanda mengakui menggarap tanah milik orang lain.
Anggota-anggota Udu harus taat kepada Banggu Udu terutama
dalam hal bergotong royong. Banggu Udu akan segera turun tangan jika ada yang
tidak ikut serta atau melawan tanpa alasan.
C.
Mata
Pencaharian
Kehidupan mereka terutama tergantung dari lahan pertanian
kering, beternak, menangkap ikan, melakukan kerajinan dan berdagang serta
membuat gula Sabu dari Nira lontar. Semuanya tidak dikerjakan secara terpisah.
Seorang petanji mengerjakan juga pekerjaan lainnya, karena mereka memiliki
kalender kerja yang bertumupu pada adat. Semuanya dikerjakan secara tradisional
seperti menangkap ikan dengan lukah, bubuh, jala, pukat dan pancing.
Kerajinan yang menonjol adalah tenun ikat dengan warna
dasar cerah, dan menganyam daunp pandan. Semua pekerjaan ini hampir tidak
bernilai komersial karena masih untuk kebutuhan sendiri, seperti halnya membuat
gula Sabu sejenis gula Rote, yang menjadi makanan utama. Namun perkembangan
jaman menyebabkan mereka juga menanam tanaman perdagangan seperti bawang merah
dan kacang tanah untuk dipasarka. Kacang tanah berkulit yang digoreng bersama
pasir, merupakan kekhasan mereka sebagai makanan kecil diwaktu senggang.
Cara bertanam masih sangat tradisonal dengan melepaskan
ternak tanpa kandang. Jumlah ternak
justru menunjukkan status sosial seseorang. Hewan/ternak piaraan lebih berfungsi
sosial ketimbang bernilai ekonomi terutama kuda, kerbau dan domba/kambing.
Ternak ini sering menjadi pemenuhan kebutuhan upacara adat seperti kalahiran,
perkawinan dan kematian, termasuk untuk upacara sakral, magis religius.
D.
Sistem
Kepercayaan
Masyarakat Sabu menganut agama asli jingitiu
sebelum agama kristen. Kini 80 % mastyarakat Sabu beragama kristen protestan.
Walaupun begitu, pola pikir mereka masih didukung jingitu. Norma kepercayaan
mereka masih tetap berlaku dengan kelender adat yang menentukan saat menanam
dan upacara lainnya.
Norma kepercayaan asli masih menerapkan ketentuan hidup
adat atau uku, yang konon dipercayai mengatur seluruh kehidupan manusia dan
berasal dari leluhur mereka. Semua yang ada dibmi ini Rai Wawa (tanah bawah)
berasal dari Deo Ama atau Deo moro dee penyi (dewa mengumpulkan membentuk
mancipta). Deo Ama sangat dihormati sekaligus ditakuti, penuh misteri. Menurut
kepercayaan itu dibawah Deo Ama terdapat berbagai roh yang mengatur kegiatan
musim seperti kemarau oleh Pulodo Wadu, musim hujan oleh Deo Rai.
Pembersihan setelah ada pelanggaran harus dilakukan
melalui Ruwe, sementara Deo Heleo merupakan dewa pengawas supervisi. Upacara adat
yang dilakukan harus oleh deo Pahami, orang yang dilantik dan diurapi. Upacara
dilakukan dengan sajian pemotongan hewan besar. Kegiatan setiap upacara
berpusat pada pokok kehidupan yakni pertanian, peternakan dan penggarapan laut.
Karena itu selalu ada dewa atau tokoh gaib untuk semua kegiatan, termasuk
menyadap nira. Kegiatan pada musim hujan berfungsi pada tokoh dewa wanita
“Putri Agung”, Banni Ae, disamping dewa pemberi kesuburan dan kehijauan Deo
manguru. Karena sangat bergantung pada iklim maka mereka memiliki tiga makluk
gaib yakni liru balla (langit), rai balla (bumi) dan dahi balla (laut).
Masyarakat Sabu juga emiliki pembawa hujan yaitu angin barat : wa lole, selatan
: lou lole dari Timur: dimu lole. Begitu banyak dewa atau tokoh gaib sampai hal
yang sekecil-kecilnya seperti petir dan awan. Begitu juga pada usaha penyadapan
nira, ada dewa mayang, dewa penjaga wadah penampung (haik) malah sampai haba
hawu dan jiwa hode yang menjaga kayu bakar agar cukup untuk memasak gula Sabu.
Kampung masyarakat
Sabu memiliki Uli rae, penjaga kampung, kemudi kampung bagian dalam gerbang
Timur (maki rae) disebelahnya, serta aji rae dan tiba rae, (penangkiskampung)
sama-sama melindungi kampung.
Oleh karena itu
setiap rumah dibangun harus dengan upacara untuk memberi semangat atau hamanga
dengan ungkapan wie we worara webahi (jadikanlah seperti tembaga besi. Dalam
setiap rumah diusahakan tempat upacara yang dilakukan sesuai musim dan
kebutuhan, karena semua warga rumah yang sudah meninggal menjadi deo ama deo
apu (dewa bapak dewa leluhur) diundang makan sesajen. Demikian juga terhadap
ternak, selalu ada dewa penjaga, disebut deo pada untuk kambing serta dewa mone
bala untuk gembalanya. Tetapi selalu ada saja lawannya. Karena itu, ada dewa
perussak yang kebetulan tinggal dilat yakni wango dan merupakan asal dari
segala macam penyakit. Hama tanaman, angin ribut dan segala bencana.
Karena itu,
kepadanya harus dibuat upacara khusus untuk mengembalikannya ke laut supaya
masyarakat terhindar dari berbagai bencana walaupun ada kepercayaan bahwa
sebagai musibah itu merupakan kesalahanmanusia sendiri yang lalai membuat
upacara adat. Umpamanya jika tidak membuat upacara untuk sang banni ae, maka
sang putri ini akan memeras payudaranya yang menimpa manusia menimbulkan
penyakit cacar.
E.
Bahasa
Pergaulan
Pulau Sabu secara pemerintahan termasuk Kabupaten Kupang,
namun dalam pembagian wilayah pesebarannya, bahasa sabu termasuk kelompok
bahasa Bima – Sumba. Bahasa Sabu mencakup dialek Raijua (di pulau Raijua).
Dialek Mesara, Timu dan seba.
F.
Seni Dalam
Masyarakat Sabu
Kesenian yang
paling menonjol adalah seni tari dan tenun ikat. Seni tari antara lain padoa
dan ledo hau. Padoa ditarikan pria dan wanita sambil bergandengan
tangan, berderet melingkar, menggerakkan kaki searah jarum jam, dihentakkan
sesuai irama tertentu menurut nyanyian meno pejo, diiringi pedue
yang diikat pada pergelangan kaki para penari. Pedue ialah anyaman daun lontar
berbentuk ketupat yang diisi kacang hijau secukupnya sehingga menimbulkan suara
sesuai irama kaki yang dihentak-hentakkan. Ledo Hau dilakukan berpasangan pria
dan wanita diiringi gong dan tambur serta giring-giring pada kaki pria.
Hentakan kaki, lenggang dan pandangan merupakan gerakan utama. Gerakan lain
dalam tarian ini ialah gerakan para pria yang saling memotong dengan klewang
yang menjadi perlengkapan tari para pria.
Tenun ikat mereka
yang terkenal adalah si hawu (sarung sabu) dan higi huri (selimut).
Mereka melakukan semua proses seperti umumnya di Nusa Tengggara Timur. Benang
direntangkan pada langa (kayu perentang khusus) supaya mudah mengikatnya sesuai
motif, setelah dilumuri lilin. Pencelupan dilakukan dengan empat warna dasar
yakni biru pekat dan hitam, diperoleh ramuannya dari nila, merah dari mengkudu
dan kuning dari kunyit.
Motif yang dikenal antara lain flora dan fauna serta
motif geometris. Setelah itu benang tersebut
direntangkan kembali pada langamane (alat tenun) untuk memulai proses
tenun.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Nusa Tenggara Timur juga memiliki
banyak kebudayaan seperti halnya yang
lain,Nusa Tenggara Timur memng merupakan daerah yang jauh dari pusat kota
tetapi sangat banyak menyimpan kekayaan alam yang berlimpah,banyak kekayaan
alam yang belum terjamah dan bahkan masih alami jauh dari kerusakan oleh tangan
manusia ,walaupun di Nusa Tenggara Timur masih memiliki masalah dengan
ketersediaan air ditempat mereka tapi mereka masih terus bertahan,infrastruktur
yang maih terbilah jauh dari kata layak,tapi masih ada kesempatan Nusa Tenggara
Timur untuk memperbaiki daerah ny menjadi lebih baik.
Sudah seharusnya kita bangsa
Indonesia yang memiliki dasar Negara
yaitu pancasila untuk memperhatikan daerah-daerah yang belum mendapat
penghidupan yang layak padahal Indonesia telah lama merdrka,namun kemerdekaan
tersebut belum dirasakan secara sempurna.
B.
Saran
Sudah seharusnya kita yang memiliki bangsa yang sama
yang hidup dengan senasib sepenanggungan dengan sejarah yang sama pula
memperhatikan mereka yang belum mendapat perhatiaan dari pemerintah secara
layak,seharusnya pemerintah lebih memperhatikan daerah yang terpencil dan
terbelakang dari pusat pemerintahan dan memberikan hak yang sama kepada setiap
bangsa Indonesia bukan hanya di NTT saja tapi seluruh wilayah Indonesia harus
diperhatikan .
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar