Laman

Minggu, 24 Juli 2016

Kebudayaan Suku Sabu





MAKALAH
     MULTIKULTURAL
KEBUDAYAAN SUKU SABU

Dosen pembimbing Drs.Sugiono,M.Si




Disusun Oleh:
NAMA :MISNAWATI
KELAS: 3A/Reguler B
NIM   :F1082141065
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU  PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2015

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
                Alhamdulillahirabbilalamin,segala puji syukur  kehadirat Allah SWT yang memberikan kenikmatan pada kita  sehingga saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Multikultural tanpa ada hambatan apapun .
                 Penulisan  makalah ini disusun guna melengkapi Tugas Kuliah Multikultural jurusan S1 PGSD Universitas Tanjung Pura.
Teriring ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi –tingginya atas dukungan dari orang tua dan semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalah ini.
                    Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan pengetahuan penulis  dalam penyusunan makalah ini.oleh karena itu penulis mohon maaf atas segala kekurangannya.kritik dan saran dan masukan dari berbagai pihak yang bersifat membangun  akan penulis terima dengan senang hati,penulis  berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.


                                                                        

                                                                                                                       Pontianak,
                                                                    

            DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ..i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
A.    Latar Belakang.......................................................................................................... 1
B.     Tujuan Pembelajaran................................................................................................ 1
C.     Rumusan Masalah.......................................................................................... ..........2
D.    Metode .......................................................................................................... ...........2
E.     Kegunaan.................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 3
1.      Kebudayaan Suku Sabu............................................................................................ 3
A.    Keadaan Umum.................................................................................3
B.     Pelapisan Sosial.................................................................................3
C.     Mata Pencaharian...............................................................................4
D.    Sistem Kepercayaan...........................................................................5
E.     Bahasa Pergaulan............................................................................... 6
F.      Seni dalam Kebudayaan  Masyarakat Sabu....................................... 6
BAB III PENUTUP.................................................................................................... 8
A.    Kesimpulan.................................................................................................... ............8
B.     Saran ......................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 9
                                                               



                                                                   BAB   I
                                                           PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kebudayaan sabu berasal dari kabupaten Kupang Provinsi  Nusa tenggara timur,masyarakat  suku sabu berbicara dalam bahasa sabu.bahasa sabu sendiri termasuk kelompok bahasa bima-sumba dari NTT,sebelum memeluk agama Kristen suku sabu menganut agama tradisional suku yaitu jingitiu saat ini hamper seluruhnya suku sabu memeluk agama Kristen protestan namun dalam keseharian kebanyakan orang sabu masih terpengaruh oleh tradisi jingtu.norma kepercayaan mereka masih tetap berlaku dengan kelender adat yang menentukan saat menanam dan upacara lainnya.kampung masyarakat sabu memiliki uli rae,penjaga kampong,kemudi kampung bagian dalam gerbang timur disebelahnya serta aji rae dan tiba rae(penangkis kampung)sama-sama melindungi kampung.dalam kehidupan sehari-hari suku sabu hidup dalam kekerabatan keluarga batih disebut hewue dara ammu,beberapa batih yang bersekutu dalam satu upaca adat adalah keluarga luas.

B.     Tujuan
Untuk menjaga,memelihara dan melestarikan kebudayaan merupakan kewajiban setiap individu,maka dalam realisasinya saya mencoba menyusun makalah yang berjudul kebudayaan suku sabu yang di dalamnya menulis tentang berbagai kebudayaan tradisionalnya,penyusunan makalah ini bertujuan untuk mengetahui bahwa suku sabu merupakan suku yang memiliki kekayaan alam yang indah dan berlimpah dan secara sadar setiap individu wajib menjaga nya demi tetap lestarinya kebudayaan suku sabu.


C.     Rumusan Masalah
1.     Bagaimanakah  Kebudayaan Suku Sabu?
2.     Bagaimana keadaan umum suku sabu?
3.     Seperti apa pelapisan sosialnya?
4.     Apa mata pencaharian suku sabu?
5.     Seperti apa system kebudayaan nya?
6.     Seperti apa bahasa pergaulan masyarakat sabu?
7.     Apa saja kesenian dari suku sabu?

D.    Metode      
Metode yang digunakan dalam menyusun makalah ini,penulis mengumpulkan data menggunakan sumber-sumber dari   internet serta website yang terkait  Dan menggunakan sumber-sumber dari buku.lalu, diketik dengan menggunakan Microsoft word.

E.     Kegunaan 
1.     Agar mengetahui bagaimana kebudayaan suku sabu.
2.     Agar mengetahui bagaimana keadaan umum suku sabu.
3.     Agar mengetahui seperti apa pelapisan sosialnya.
4.     Agar mengetahui apa mata pencaharian suku sabu.
5.     Agar mengetahui seperti apa system kebudataan nya.
6.     Agar mengetahui seperti apa bahasa pergaulan masyarakat sabu.
7.     Agar mengetahui apa saja kesenian dari suku sabu.

BAB II
PEMBAHASAN
1.     Kebudayaan Suku Sabu
A.    Keadaan Umum
Pulau Sabu atau Rai Hawu adalah bagian Kabupaten Kupang. Merupakan pulau terpencil dengan luas 460,78 km persegi berpenduduk sekitar 30.000 jiwa dengan sifat mobilitas tinggi. Karena itu penyebarannya keseluruh Nusa Tenggara Timur cukup menyolok. Dari Kabupaten Kupang Pulau tersebut dapat dijangkau dengan kapal laut selama 12 jam berlayar atau 45 menit dengan pesawat

B.     Pelapisan Sosial
Legenda menuturkan, nenek moyang orang Sabu datang dari seberang yang disebut Bou dakka ti dara dahi, agati kolo rai ahhu rai panr hu ude kolo robo. Artinya, orang yang datang dari laut, dari tempat jauh sekali, lalu bermukim dipulau Sabu. Orang pertama adalah Kika Ga dan kakanya Hawu Ga. Keturunan Kika Ga inilah yang disebut orang Sabu (Do Hawu) yang ada sekarang. Nama Rai Hawu atau pulau Sabu berasal dari nama Hawu Ga, salah satu leluhur mereka. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat suku Sabu hidup dalam kekerabatan keluarga batih (Ayah, ibu dan anak) disebut Hewue dara ammu.
Beberapa batih yag bersekutu dalam suatu upacara adat adalah keluarga luas, huwue kaba gatti, dengan memiliki rumah adat sendiri berketurunan satu nenk atau Heidau Appu. Klen kecil disebut Hewue Kerogo, merupakan gabungan beberapa Udu Dara Ammu. Keturunan dua atau tiga nenek bersaudara, beserta cucu dan keturunannya dipimpin Kattu Kerogo. Klen besar disebit Hewue Udu dipimpin oleh banggu Udu.Secara struktural dalam strata masyarakat dikenal kedudukan tertinggi Hewue Dara Ammu dengan pimpinannya Kattu Udu Dara Ammu yang memimpin upacara, mengatur norma kehidupan, menjaga kesatuan dan persatuan keluarga. Ia pemimpin yang pandai dan bijaksana berperan penting dalam kehidupan masyarakat.
Kemudian ada hewue Kerogo dipimpin Kattu Kerogo yang mengatur kehidupan Kerogo. Mereka berhak menyatakan pendapat dan hak pakai atas tanah milik Kerogo. Kemudian Hewue Adu dipimpin Banggu Adu mengatur hak pakai tanah untuk Ana Udu karena mempunyai hak ulayat. Setiap penggarapan tanah oleh anggota Udu harus diketahui Banggu Udu. Mereka (Udu) juga tidak dikenakan Ihi Rai, sejenis Upeti yakni sebagian hasil panen diberikan kepada Banggu Udu sebagai tanda mengakui menggarap tanah milik orang lain.
Anggota-anggota Udu harus taat kepada Banggu Udu terutama dalam hal bergotong royong. Banggu Udu akan segera turun tangan jika ada yang tidak ikut serta atau melawan tanpa alasan.
C.    Mata Pencaharian
Kehidupan mereka terutama tergantung dari lahan pertanian kering, beternak, menangkap ikan, melakukan kerajinan dan berdagang serta membuat gula Sabu dari Nira lontar. Semuanya tidak dikerjakan secara terpisah. Seorang petanji mengerjakan juga pekerjaan lainnya, karena mereka memiliki kalender kerja yang bertumupu pada adat. Semuanya dikerjakan secara tradisional seperti menangkap ikan dengan lukah, bubuh, jala, pukat dan pancing.

Kerajinan yang menonjol adalah tenun ikat dengan warna dasar cerah, dan menganyam daunp pandan. Semua pekerjaan ini hampir tidak bernilai komersial karena masih untuk kebutuhan sendiri, seperti halnya membuat gula Sabu sejenis gula Rote, yang menjadi makanan utama. Namun perkembangan jaman menyebabkan mereka juga menanam tanaman perdagangan seperti bawang merah dan kacang tanah untuk dipasarka. Kacang tanah berkulit yang digoreng bersama pasir, merupakan kekhasan mereka sebagai makanan kecil diwaktu senggang.
Cara bertanam masih sangat tradisonal dengan melepaskan ternak tanpa kandang.     Jumlah ternak justru menunjukkan status sosial seseorang. Hewan/ternak piaraan   lebih berfungsi sosial ketimbang bernilai ekonomi terutama kuda, kerbau dan domba/kambing. Ternak ini sering menjadi pemenuhan kebutuhan upacara adat seperti kalahiran, perkawinan dan kematian, termasuk untuk upacara sakral, magis religius.


D.    Sistem Kepercayaan
Masyarakat Sabu menganut agama asli jingitiu sebelum agama kristen. Kini 80 % mastyarakat Sabu beragama kristen protestan. Walaupun begitu, pola pikir mereka masih didukung jingitu. Norma kepercayaan mereka masih tetap berlaku dengan kelender adat yang menentukan saat menanam dan upacara lainnya.
Norma kepercayaan asli masih menerapkan ketentuan hidup adat atau uku, yang konon dipercayai mengatur seluruh kehidupan manusia dan berasal dari leluhur mereka. Semua yang ada dibmi ini Rai Wawa (tanah bawah) berasal dari Deo Ama atau Deo moro dee penyi (dewa mengumpulkan membentuk mancipta). Deo Ama sangat dihormati sekaligus ditakuti, penuh misteri. Menurut kepercayaan itu dibawah Deo Ama terdapat berbagai roh yang mengatur kegiatan musim seperti kemarau oleh Pulodo Wadu, musim hujan oleh Deo Rai.
Pembersihan setelah ada pelanggaran harus dilakukan melalui Ruwe, sementara Deo Heleo merupakan dewa pengawas supervisi. Upacara adat yang dilakukan harus oleh deo Pahami, orang yang dilantik dan diurapi. Upacara dilakukan dengan sajian pemotongan hewan besar. Kegiatan setiap upacara berpusat pada pokok kehidupan yakni pertanian, peternakan dan penggarapan laut. Karena itu selalu ada dewa atau tokoh gaib untuk semua kegiatan, termasuk menyadap nira. Kegiatan pada musim hujan berfungsi pada tokoh dewa wanita “Putri Agung”, Banni Ae, disamping dewa pemberi kesuburan dan kehijauan Deo manguru. Karena sangat bergantung pada iklim maka mereka memiliki tiga makluk gaib yakni liru balla (langit), rai balla (bumi) dan dahi balla (laut). Masyarakat Sabu juga emiliki pembawa hujan yaitu angin barat : wa lole, selatan : lou lole dari Timur: dimu lole. Begitu banyak dewa atau tokoh gaib sampai hal yang sekecil-kecilnya seperti petir dan awan. Begitu juga pada usaha penyadapan nira, ada dewa mayang, dewa penjaga wadah penampung (haik) malah sampai haba hawu dan jiwa hode yang menjaga kayu bakar agar cukup untuk memasak gula Sabu.
Kampung masyarakat Sabu memiliki Uli rae, penjaga kampung, kemudi kampung bagian dalam gerbang Timur (maki rae) disebelahnya, serta aji rae dan tiba rae, (penangkiskampung) sama-sama melindungi kampung.
Oleh karena itu setiap rumah dibangun harus dengan upacara untuk memberi semangat atau hamanga dengan ungkapan wie we worara webahi (jadikanlah seperti tembaga besi. Dalam setiap rumah diusahakan tempat upacara yang dilakukan sesuai musim dan kebutuhan, karena semua warga rumah yang sudah meninggal menjadi deo ama deo apu (dewa bapak dewa leluhur) diundang makan sesajen. Demikian juga terhadap ternak, selalu ada dewa penjaga, disebut deo pada untuk kambing serta dewa mone bala untuk gembalanya. Tetapi selalu ada saja lawannya. Karena itu, ada dewa perussak yang kebetulan tinggal dilat yakni wango dan merupakan asal dari segala macam penyakit. Hama tanaman, angin ribut dan segala bencana.
Karena itu, kepadanya harus dibuat upacara khusus untuk mengembalikannya ke laut supaya masyarakat terhindar dari berbagai bencana walaupun ada kepercayaan bahwa sebagai musibah itu merupakan kesalahanmanusia sendiri yang lalai membuat upacara adat. Umpamanya jika tidak membuat upacara untuk sang banni ae, maka sang putri ini akan memeras payudaranya yang menimpa manusia menimbulkan penyakit cacar.

E.     Bahasa Pergaulan
Pulau Sabu secara pemerintahan termasuk Kabupaten Kupang, namun dalam pembagian wilayah pesebarannya, bahasa sabu termasuk kelompok bahasa Bima – Sumba. Bahasa Sabu mencakup dialek Raijua (di pulau Raijua). Dialek Mesara, Timu dan seba.
F.     Seni Dalam Masyarakat Sabu

Kesenian yang paling menonjol adalah seni tari dan tenun ikat. Seni tari antara lain padoa dan ledo hau. Padoa ditarikan pria dan wanita sambil bergandengan tangan, berderet melingkar, menggerakkan kaki searah jarum jam, dihentakkan sesuai irama tertentu menurut nyanyian meno pejo, diiringi pedue yang diikat pada pergelangan kaki para penari. Pedue ialah anyaman daun lontar berbentuk ketupat yang diisi kacang hijau secukupnya sehingga menimbulkan suara sesuai irama kaki yang dihentak-hentakkan. Ledo Hau dilakukan berpasangan pria dan wanita diiringi gong dan tambur serta giring-giring pada kaki pria. Hentakan kaki, lenggang dan pandangan merupakan gerakan utama. Gerakan lain dalam tarian ini ialah gerakan para pria yang saling memotong dengan klewang yang menjadi perlengkapan tari para pria.

Tenun ikat mereka yang terkenal adalah si hawu (sarung sabu) dan higi huri (selimut). Mereka melakukan semua proses seperti umumnya di Nusa Tengggara Timur. Benang direntangkan pada langa (kayu perentang khusus) supaya mudah mengikatnya sesuai motif, setelah dilumuri lilin. Pencelupan dilakukan dengan empat warna dasar yakni biru pekat dan hitam, diperoleh ramuannya dari nila, merah dari mengkudu dan kuning dari kunyit.
Motif yang dikenal antara lain flora dan fauna serta motif geometris. Setelah itu     benang tersebut direntangkan kembali pada langamane (alat tenun) untuk memulai proses tenun.









BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Nusa Tenggara Timur juga memiliki banyak kebudayaan  seperti halnya yang lain,Nusa Tenggara Timur memng merupakan daerah yang jauh dari pusat kota tetapi sangat banyak menyimpan kekayaan alam yang berlimpah,banyak kekayaan alam yang belum terjamah dan bahkan masih alami jauh dari kerusakan oleh tangan manusia ,walaupun di Nusa Tenggara Timur masih memiliki masalah dengan ketersediaan air ditempat mereka tapi mereka masih terus bertahan,infrastruktur yang maih terbilah jauh dari kata layak,tapi masih ada kesempatan Nusa Tenggara Timur untuk memperbaiki daerah ny menjadi lebih baik.
Sudah seharusnya kita bangsa Indonesia  yang memiliki dasar Negara yaitu pancasila untuk memperhatikan daerah-daerah yang belum mendapat penghidupan yang layak padahal Indonesia telah lama merdrka,namun kemerdekaan tersebut belum dirasakan secara sempurna.
B.      Saran
Sudah seharusnya kita yang memiliki bangsa yang sama yang hidup dengan senasib sepenanggungan dengan sejarah yang sama pula memperhatikan mereka yang belum mendapat perhatiaan dari pemerintah secara layak,seharusnya pemerintah lebih memperhatikan daerah yang terpencil dan terbelakang dari pusat pemerintahan dan memberikan hak yang sama kepada setiap bangsa Indonesia bukan hanya di NTT saja tapi seluruh wilayah Indonesia harus diperhatikan .




DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar